Sekilas Sejarah Mesjid Palupuh
SuaroNagari.com -- Dikabarkan bahwa Masjid Palupuh ini termasuk mesjid tertua di Indonesia Bangunan asli dari mesjid bentuknya sama dengan "Mesjid Demak" yang ada di Jawa Tengah. Namun atapnya dibuat dari ijuk pohon enau. Konon mesjid ini dibangun oleh masyarakat Tujuh Lurah Salapan Koto, pada waktu seluruh daerah ini merupakan suatu kelarasan Membangunnya dilakukan secara gotong royong.
Untuk penyediaan bahan bangunan ditetapkan pembagian tugas sebagai berikut:
1. Setiap Datuk kepala suku atau Ninik Mamak berkewajiban
menyediakan satu balambang (satu pelepah) ijuk pohon enau (aren) yang akan digunakan untuk atap.
2. Setiap panungkek kaum (wakil kepala suku) berkewajiban menyediakan satu buah kasau panjang.
3. Setiap Tuanku (pemimpin agama) dari suatu kaum (suku) wajib menyediakan sebuah kasau pendukung.
Pada permulaannya masyarakat bergotong royong mengambil kayu di bukit Bateh Padang, Paninggiran Bawah. Semua kayu yang diambil adalah jenis yang terbaik, yaitu kayu Banio. Pembangunan mesjid dikerjakan bersama oleh tukang-tukang yang ahli dan tidak ada menggunakan paku
Lokasi mesjid terletak antara jalan raya Bukittinggi - Bonjol dengan sebuah sungai, kira-kira 500 m dari arah pasar Palupuh dan 200 m dari desa Kandang Pos. Jemaah mesjid waktu shalat Jum'at atau bila ada wirid pengajian juga berdatangan dari Palimbatan, Kampung Pasir dan Lurah Dalam. Jadi pada mulanya mesjid ini letaknya terpisah, jauh dari bangunan-bangunan lainnya.
Karena bangunan aslinya sudah lapuk sebab sudah terlalu tua, maka setelah terbentuknya Kecamatan Palupuh, dimulailah merenovasi mesjid bersejarah ini, untuk menjadi sebuah mesjid yang dapat dibanggakan di daerah ini.
Selain dari mesjid tertua di Indonesia, mesjid Palupuh ini juga ada kaitannya dengan perjuangan Imam Bonjol dalam perang Paderi menentang penjajahan Belanda. Dalam hubungan ini kisah yang beredar di masyarakat sepanjang yang diceritakan oleh Bapak Mhd. Isa Datuk Nago Basa (beliau sudah almarhum, saat menceritakan hal tersebut usia beliau 84 tahun/red) sebagai berikut:
Pada waktu perlawanan kaum Paderi sudah mulai melemah (perang ini berlangsung selama 16 tahun), dalam satu pertempuran anak Tuanku Imam Bonjol tertembak dan meninggal dunia. Dan dalam keadaan sudah semakin terdesak dimana Bonjol sudah diduduki oleh tentara Belanda, maka Tuanku Imam Bonjol disembunyikan oleh Tuanku Manih pada suatu tempat yang namanya Bukit Batas Kincuang, di dekat kampung Sungai Guntung sekarang. Beliau dibuatkan sebuah pondok persembunyian di sana. Sementara itu pasukan Paderi masih tetap melakukan perang gerilya.
Hal ini kemudian diketahui oleh Belanda, yang kemudian memanggil serta membujuk Tuanku Manih, agar mau membawa Tuanku Imam Bonjol ke Palupuh.
Kemudian Tuanku Manih berhasil membujuk Tuanku Imam Bonjol pergi ke Palupuh dan melakukan shalat di Mesjid Palupuh. Pada saat yang bersamaan tentara Belanda telah bersiap di hutan berseberangan jalan dengan mesjid itu yang dikenal dengan Pegadungan. Setelah Tuanku Imam Bonjol keluar dari mesjid, beliau langsung ditangkap oleh Belanda dan dibawa ke Bukittinggi. Pada lokasi Pegadungan tersebut saat ini telah dibangun komplek perkantoran dan perumahan pemerintah kecamatan Palupuh Untuk membalas jasanya dalam menangkap Tuanku Imam Bonjol tersebut, Tuanku Manih kemudian diangkat oleh Belanda menjadi Tuanku Laras.
Saat ini mesjid itu dikenal dengan mesjid Jami' Al Irsyad Palupuh. Dalam kegiatan-kegiatan keagamaan yang bersifat kecamatan, mesjid ini adalah rekomendasi yang pertama sebagai tempat melaksanakan kegiatannya.
(iing chaiang)
Sumber : Front Palupuh dalam perjuangan kemerdekaan oleh Dr. Ir. H. Darwis SN, MS. APU tahun 1999. Penerbit Tujuah Lurah Kotorantang Sepakat
Posting Komentar