Mengenal Sekilas Tentang Muaro Palupuah
Suluahnagari.com --- Muaro Palupuah adalah salah satu nama jorong di Nagari Koto Rantang, Kecamatan Palupuh, Kabupaten Agam. Kebiasaan masyarakat dalam penyebutannya adalah Muaro. Muaro ini berada di jalinsum Bukittinggi-Medan km 13 sampai km 18 dari Bukitinggi.
Muaro Palupuah ini, di zaman dahulunya sangat terkenal dengan daerah yang paling ditakuti oleh Belanda. Karena situasi alamnya yang memungkinkan untuk pengintaian oleh pejuang kemerdekaan terhadap musuh-musuh yang ingin kembali menguasai Indonesia.
Tempat tersebut adalah Rimbo Panjang, hal ini dibuktikan dan dituangkan dalam lagu berjudul Rimbo Panjang. Dimana lagu ini diciptakan oleh Agen Polisi Herman, dibuat di pos Ladang Ateh pada tanggal 13 Maret 1949.
Muaro dikenal dengan masyarakat adat Niniak Mamak Nan Ampek Baleh, yaitunya;
Suku Tanjuang :
1. Dt. Tumbasa
2. Dt. Tambasa
3. Dt. Muhammad
4. Dt. Sidi Rajo
5. Dt. Labiah
6. Dt. Rajo Nan Panjang
7. Dt. Maruhun
8. Dt. Saribu
Suku Koto
1. Dt. Muncak
2. Dt. Rajo Putiah
3. Dt. Simarajo
4. Dt. Rajo Api
Suku Sikumbang
1. Dt. Garang
Suku Pili
1. Dt. Rajo Labiah.
Jorong Muaro ini memiliki satu buah mesjid, yaitunya mesjid Al-Mukhlisin. Dahulunya mesjid ini diseberang sungai, saat ini sungai tersebut dibuat seperti jembatan dan menjadi areal parkir bagi para jemaah.
Selain masjid, juga memiliki mushala/surau sebanyak 2 mushalla yaitunya mushalla Hasanah di simpang Kalumpang dan mushalla Baiturrahman di Parupuak.
Sekolah yang ada di Muaro Palupuah ini adalah sekolah dasar dan sekolah menengah pertama yaitunya SDN 14 dan SMPN 4 Palupuh. Muaro juga memiliki satu gedung kesehatan masyarakat yaitunya Poskesri Muaro.
Selain itu ada suatu lokasi di Koto Tabang, yang membuat harum nama kampung ini di mata dunia dan juga mengangkat nama Palupuh, yaitunya dengan keberadaan Stasiun Pemantau Atmosfer Global di Koto Tabang. (Terkait BMKG ini, penulis akan membahas tersendiri/red).
Adapun beberapa tempat atau kampung-kampung kecil dari Muaro ini adalah ;
1. Tansi
2. Rimbo Panjang
3. Pakunduran
4. Ngungun
5. Kandang
6. Simpang Kalumpang
7. Kalumpang
8. Galagah
9. Kalo-kalo
10. Sungai Abu
11. Kampuang Baru
12. Sawah Ladang
13. Tabek Maco Arai
14. Kinceh
15. Buanau
16. Mangin
17. Koto Tabang
18. Batu Gadang
19. Sungai Duri
20. Kampuang Koto
21. Ujuang Tanjuang
22. Batu Gadang Subarang
23. Parupuak
24. Nak Aia Ranjau
25. Tungka.
Berdasarkan keterangan dari N TK. Sati, sebelumnya masyarakat berdiam dan menetap di tepi jalan lintas Bukitinggi-Medan. Dahulunya masyarakat, banyak yang bermukim di daerah Kalumpang, Sungai Abu, Mangin dan Sungai Duri.
Beberapa keterangan mengenai kampung-kampung kecil.
Tansi yaitu dahulunya tempat tawanan perang Belanda (berupa bangunan/red).
Pakunduran: Dahulunya ada lobang Jepang yang dalamnya sekitar 5 Meter. (Saat ini sudah tidak ada lagi, karena pembangunan rumah warga)
Bukik Bulek: Dahulunya tempat pengintaian musuh oleh pejuang.
Koto Tabang: Tempat berladang dari 3 anak nagari yaitunya Muaro, Mudiak Palupuah dan paraman. Serta tempat lokasi BMKG.
Luak Maco Arai: Sebuah luak (kolam) yang tidak pernah kering dan dulunya banyak ikan Arai.
Batu Gadang: Batu yang berdiri kokoh ditepi jalinsum Bukittinggi-Medan yaitunya didekat jembatan.
Penulis : iing chaiang
إرسال تعليق